Murid telah
“bereinkarnasi” menjadi barometer kehidupan dan parameter moral suatu bangsa. Hal
ini tercermin dari banyaknya perubahan-perubahan sikap murid yang dahulu sangat
hormat terhadap orang tua atau dituakan tetapi sekarang mulai berkurang. Kondisi
ini bias saja terjadi karena perubahan turunan yang juga terjadi oleh perubahan
sudut pandang guru sebagai pengajar, kepada mencari sedikit uang. Kita dapat melihat
perilaku guru yang seharusnya mengajar sebaik
mungkin, sepenuh hati, berniat melakukan hal positif menjadi hanya sekedar
mengejar jam demi memenuhi kebutuhannya untuk sertifikasi atau hanya sekedar mendapat
upah.
Tentu saja kebutuhan
dari segi financial harus terpenuhi oleh setiap orang, tetapi bagaimana caranya saja yang membedakan.
Dewasa ini banyak guru yang hanya berlaku sebagai pengajar yang mentransfer materi
pelajaran, dalam artian jika guru itu mengajar Bahasa, biasanya hanya terbatas mengejar
materi pengajaran Bahasa, tetapi budaya, moral dan sopan santun tidak diberikannya
pada saat mengajar. Guru yang ideal itu seharusnya selalu menyisipkan nilai-nilai
moral positif di setiap detik pelajaran yang akan menciptakan karakter positif dan
akan mempengaruhi budaya di masa datang.
Sebagian,
mungkin sebagian besar guru saat ini bukanlah hanya panggilan jiwa untuk mengajar
kebaikan. Tetapi hanya sekedar mencari pengalaman dan berlomba memperbanyak jam
mengajar demi honor atau sertifikasi. Padahal apa yang terjadi dibalik “hasil”
mengejar jam itu tidak lain adalah sifat hedonis. Tengok saja hanya seorang
guru (bukan pengusaha) bias saja memiliki kendaraan yang baru dari dealer, pakaian atau tas bermerek yang
tidak seharusnya dicerminkan dari seorang guru. Terlebih lagi guru yang katanya
kekurangan jam, saat dapat sertifikasi malah-malah bertamasyake Bali atau bahkan ke luar negeri.
Keadaan murid di
dalam kelas sangat dipengaruhi oleh perilaku dan cara mengajar guru. Kelas yang
kondusif harus ditunjang oleh guru yang luar biasa, karena kondisi di dalam kelas
akan mempengaruhi kehidupan murid di luar kelas. Guru sebagai teladan yang baik
akan menginspirasi murid-muridnya bahkan hingga usia lanjut nanti. Kita bias membayangkan
apa yang terjadi jika guru di dalam kelas memiliki niat yang tidak seharusnya dimiliki
guru atau jika guru meninggalkan kelas secara terus-menerus.
Negeri kita tidak
membutuhkan role-model guru yang
seperti itu. Kita membutuhkan guru-guru yang luar biasa, berkemampuan banyak,
berkualitas tinggi dan pembangun moral dengan sikap sederhana saja. Guru akan terbangun
nama baiknya bukan darise kedar penampilan, tetapi apa yang ada di dalam dirinya
dan seberapa besar mampu memberikan kebaikan terhadap muridnya dan masyarakat.
Semoga model-model guru yang masih terbatas ini akan semakin banyak dan membangun
bangsa lebih baik lagi di masa datang.
Komentar
Posting Komentar